Sunday, June 10, 2007

Resep Rendang untuk Orang Malas (yah ras saya gitu deh)



Resep ini emang cuman buat orang malas seperti saya, yang males banget ngorbanin 3 atau 5 jam waktunya untuk masakan (mending nge-net deh bo, atau maen sama anak gorilla).


Bahan-bahannya pun dicari-cari dengan yang umum di Perancis saja, jadi kalau misalnya tinggal di luar Perancis, atau di Indonesia misalnya, yah jangan pakai resep ini. Kalau di Indonesia sih enaknya, lagi ngidam rendang yang tinggal lari ke warung padang (gak susah nyarinya), dibanding bikin sendiri repot, ya lebih baik ke rumah makan padang, biasanya udah enak-enak. Apalagi rendang yang di warung makan yang terletak di perempatan antara danau maninjau (sebelum the 44 hairpin curves - 44 kelokan menuju neraka..hihi), antara taman panorama ....(lupa namanya), dan arah puncak lawang, yang ini sedeeeeppp banget (yang mau ke Bukittinggi tahun ini, you know who you are, coba ya, harus mampir ke tempat ini!).

Nah, resep ini saya ambil dari berbagai sumber, baik itu di net, telepon ke ibu di Jakarta (yang dapet bocoran resep dari besannya yang orang Padang Panjang), terus, juga sms-an sama temen yang kawin ama orang Padang. Saya pakai panci tekan (lagi model nih di rumah..hehehe), karena seperti biasa, praktis, biar kata orang-orang Padang ada yang gak suka pakai, karena bikin daging hancurlah, bumbu gak meresap, lain rasanya dan berbagai alsan lain, saya cuek. Daripada harus ngaduk-ngaduk melulu, besoknya kan mo ujian di sekolahan, jadi saya gak mau waktu saya habis buat masak. Wong mau makan rendang sehari sebelum ujian kok..hehe.

Kalau temen saya (Amie) bilang, kakak iparnya suka bikin rendang pakai panci tekan, tapi rasanya beda, dan si kakak iparnya ini masak pakai 1500 ml santan (enak banget kali ya, tapi saya tatut ah... kebanyakan santan bisa bikin kesehatan menurun), dan dagingnya 1 kg.

Kata ibu di Jakarta, orang-orang Padang, sekarang ngelembutin dagingnya aja yang pakai panci tekan, kemudian masukin ke dalam kuah santan dan bumbu, kemudian keringkan kuah secara biasa, diatas api kecil sambil diaduk-aduk (ini kayaknya lama juga ya). Hehe.

Kalau saja saya tinggal di Jakarta, dimana semua bahan bisa di dapet dengan lebih mudah dibanding saya di Perancis (dan ada asisten yang bisa disuruh-suruh), mending saya ikutan cara asli aja lah, cara seperti mbak ini, mbak Lia (hasil browsing di net)

Atau pakai cara seperti yang ibu saya bilang (ini mungkin untuk percobaan berikutnya kalau lagi gak males). Ya uwis deh, saya pilih gabung-gabungin cara semua orang aja lah, sambil ngarang-ngarang soal waktu dan jumlah air. Namun, pada dasarnya, untuk bahan-bahan, saya ikutin resep mbak Lia tadi sebagai patokan, yang kemudian saya modifikasi dengan gaya (keadaan) hidup saya di sini, hehe.

Bahan:

  • 100 gram bubuk santan

  • 1000 ml air

  • 1 kg daging sapi jenis faux fillet dipotong-potong dengan bentuk dadu tapi besar-besar. Karena kalau tipis-tipis ntar gampang hancur atau gosong.

  • 4 bunga pekak (badiane/star anise/etoile)

  • 2 lembar daun salam

  • 3 lembar daun jeruk

  • 1,5 sdm makan citronelle/sereh/lemon grass bubuk

  • 2 sendok makan parutan kelapa (kering, bisa beli di supermarket bagian bahan kue, saya beli di Fran Prix), ini buat dedaknya.

  • 1 cubitan kecil asam jawa, karena saya gak pernah tau apa itu asam kandis (Perhatian, disini asam jawanya asem banget jadi hati-hati dalam menggunakannya).

  • 2 sdt garam, atau sesukanya

  • 1,5 sdt jahe bubuk

  • 1,5 sdt ketumbar bubuk

  • 1 sdt djintan bubuk

  • 1,5 sdt merica bubuk


Bumbu Yang dihaluskan:


  • 6 siung besar bawang merah

  • 3 siung ukuran besar bawang putih

  • 3 cm lengkuas

  • 10 butir kemiri

  • 3 cabe rawit (harusnya lebih, tapi sengaja saya kurangkan karena cuman punya dikit, hehe, sedangkan cabe merah gak saya pakai)


Cara:

  1. Masukan semua bahan ke dalam panci autocuiseur, nyalakan api, aduk-aduk sebentar

  2. Tutup Panci

  3. masak 50 menit terhitung semenjak panci berdesis

  4. Kemudian buka (hati-hati panas bener ini), tengok, bila masih ada air di dalamnya, dan ingin makan rendang yang kering, masak kembali rendang tersebut di atas panci biasa, (atau buka saja tutup autocuiseurnya) dan aduk-aduk hingga air kering, jangan sampai gosong.



Catatan:

  1. Untuk daging faux filet, konon ini daging yang harganya paling mahal, tapi saya suka karena daging ini lembut, gak keras, dan juga ini yang paling gampang nyebutnya kalau di boucherie Halal deket rumah. Ngomong-ngomong harga faux filet di situ gak mahal loh, tukang daging halal deket rumah saya emang top abis dah.

  2. Daging faux filet ini memang rada hancur kalau kelamaan dimasak di panci tekan.Tapi kalau saya suka-suka aja sih hancur, karena lembut dan gak susah gigitnya. Kalau tidak mau hancur, yah masaknya jangan lama-lama, taruhlah setengah jam, dan kalau masih pengen kering, ya masak di api kecil tanpa menutup panci, sambil sesekali diaduk-aduk.

  3. Saya pakai santan bubuk, karena santan andalan saya yang beli di Fran Prix habis, malas beli. Kalau pake santan kalengan itu, saya pakai 400ml santan kentel aja lah, trus tambah air 700ml, tapi parutan kelapanya saya tambahin lagi jadi sekitar 5 sendok makan. Ya kalau ini suka-suka aja sih sebetulnya, walau saya suka banget santan, tapi saya masih takut-takut kalau pakai yang terlalu kental.

  4. Rendang ini banyak juga dedaknya, padahal santen yang saya pakai gak kental, ini disebabkan parutan kelapa kering yang saya masukin tadi.

  5. Hasilnya ternyata lebih baik daripada waktu saya pertama kali bikin rendang (rada gosong karena kelamaan masaknya), karena waktu itu saya benar-benar tidak tahu bagaimana menggunakan panci tekan, dan saya tidak menemukan resep rendang dengan panci tekan yang dengan penjelasan yang gamblang tentang jumlah air dan waktu.

  6. Kelemahan resep saya ini, selain bumbu gak asli, ya bumbunya juga kurang meresap. Yah, ini adalah resiko yang sudah saya prediksikan sebelumnya bila menggunakan panci tekan. Ada pengorbanan, ada rasa lah, makanya rasanya gak sama dengan yang berkorban tiga sampai lima jam ngaduk-ngaduk.


Setelah segala kelemahan resep yang saya modifikasi ini, untung masih ada ganjarannya. Si anak gorilla sayang itu, bilang, "Wah, ini rasanya sudah rendang kok rasanya!!!". Saya terhibur juga dengan apa katanya. Saya percaya, sebab kami sudah pernah hampir setiap hari makan rendang, waktu kami kunjungan ke Bukittinggi, dari yang model kalio sampai yang kering benar, dari yang warnanya merah, coklat sampai yang hitam sekalian, sampe bener-bener mau muntah karena terlalu banyak makan rendang. Jadi bisa dibilang, kami sudah pernah mencoba beragam macam rendang, dan kalau dia sampai bisa bilang, "Ini sudah mirip benar dengan rendang", ya saya puas-puas saja. Silahkan bila para mp-ers ingin menyampaikan kritik dan saran, saya ini cuman pemula bukan chef hotel bintang sepuluh (apalah saya ini), dan tidak akan tersinggung bila dikritik, dikata-katain atau ditanya-tanya.

Kesimpulan bikin rendang pakai panci tekan:

  1. Panci Tekan mudah dan cepat, walaupun banyak kekurangannya juga, yaitu bumbu kurang meresap benar.
  2. Kalau menggunakan panci tekan, harus pandai-pandai mengira-ngira jumlah air dan waktu memasak, apalagi untuk resep-resep yang pada dasarnya tidak memakai panci tekan.
  3. Kalau mau setengah repot dan cari amannya, silahkan gabungkan metode panci tekan dengan metode ngaduk; gunakan panci tekan pada awal-awalnya demi melembutkan daging, kemudian buka tutupnya (lihat buku petunjuknya, mode d'emploi, cara membuka tutup panci dengan aman) kemudian masak secara biasa.